Studi Baru: Waspada Dengan Rambut Rontok, Bisa Berkaitan Dengan Penyakit Jantung

- Jumat, 26 Mei 2023 | 21:00 WIB
Ilustrasi rambut rontok (cottonbro studio/Pexels)
Ilustrasi rambut rontok (cottonbro studio/Pexels)

Kabar BUMN - Rambut rontok pada seseorang bisa dikaitkan dengan masalah penyakit jantung.

Hal tersebut sesuai dengan hasil studi baru di Belanda dimana kondisi itu bisa disebabkan masalah hormon stres.

Selain rambut rontok indikasi lainnya adalah kondisi rambut buruk atau bad hair day, kuku terkelupas, atau kulit pecah-pecah adalah kejadian umum yang biasanya tidak memerlukan kunjungan ke dokter.

Baca Juga: Dikenal dengan Biaya yang Mahal, Berikut Jurusan Kuliah yang Paling Lama Balik Modal

Padahal fenomena tersebut bisa juga menjadi indikasi masalah kesehatan yang serius.

Dikutip Kabar BUMN dari Medicaldialy, hormon stres pada rambut dan kulit kepala mungkin mengindikasikan seseorang menderita serangan jantung atau stroke.

Dan kemungkinan semakin meningkat hingga tiga kali lipat pada mereka yang berusia 57 tahun atau lebih muda.

Baca Juga: 6 Makanan yang Baik Untuk Mencegah Penuaan Dini, Cocok Bagi Mereka Yang Jelang Umur 40an

Para peneliti menganalisis tingkat hormon di rambut dan kulit kepala dari lebih dari 6.000 sampel rambut yang diperoleh dari pria dan wanita dewasa.

Penelitian dilakukan selama lima sampai tujuh tahun. Hasilnya, ditemukan setidaknya 133 kejadian penyakit kardiovaskular selama masa studi.

Individu dengan peningkatan kadar hormon kortisol dan kortison berisiko dua kali lipat mengalami penyakit kardiovaskular.

Baca Juga: Hari Keanekaragaman Hayati, Pertagas ODA Tanam 1.000 Pohon

Mereka yang berusia 57 tahun ke atas, tidak ada hubungan kuat yang diamati antara kortison rambut dan kadar kortisol dengan penyakit kardiovaskular.

“Harapan kami adalah bahwa analisis rambut pada akhirnya terbukti bermanfaat sebagai tes yang dapat membantu dokter menentukan individu mana yang mungkin berisiko tinggi terkena penyakit kardiovaskular. Kemudian, mungkin di masa depan penargetan efek hormon stres dalam tubuh bisa menjadi metode baru target pengobatan," kata Penulis studi dari Pusat Medis Universitas Erasmus di Rotterdam, Profesor Elisabeth van Rossum.***

Halaman:

Editor: Winda.

Sumber: Medical Daily

Tags

Artikel Terkait

Terkini